“I only feel angry when I see waste. When I see people throwing away things we could use.”
“Saya merasa marah jika melihat pemborosan. Saat saya melihat orang membuang barang yang bisa digunakan.”
—Mother Teresa
Kita sering mendapati slogan, “Buanglah sampah pada tempatnya.” Namun, jarang kita mengetahui definisi sampah yang sesungguhnya. Bahkan masih sedikit dari kita yang sadar bahwa tidak semua sampah layak dibuang. Sebab sebahagiannya bisa digunakan kembali (reuse) bahkan didaur ulang (recycle).
Berdasarkan istilah Statistik Lingkungan UNSD, sampah atau limbah didefinisikan sebagai bahan sisa dari produk utama yang dipasarkan dan tidak lagi digunakan—baik untuk keperluan produksi, transformasi, maupun konsumsi—sehingga ingin dibuang. Dengan kata lain, limbah atau sampah adalah bahan yang tidak diinginkan atau tidak lagi dapat digunakan, zat apa pun yang dibuang setelah penggunaan utama karena tidak lagi berharga, rusak, dan tidak berguna.
Pengertian di atas sungguh menarik. Sebab, jika kita tatap lamat-lamat dan renungi dalam-dalam, makna ‘rusak, tidak berguna, tidak berharga’ itu menjadi sangat relatif. Suatu benda yang dianggap tidak berguna bagi seseorang bisa jadi merupakan hal yang berharga bagi orang lain. Oleh karenanya, pemahaman akan manajemen sampah menjadi penting untuk dipelajari. Sehingga, sebagai konsumen kita menjadi bijak dalam memilih produk macam apa yang ramah lingkungan dan bisa mengurangi jumlah sampah (reduce) di muka bumi ini.
Sampah, Antara Whoever dan Whatever?
Dalam Hukum Kekekalah Energi disebutkan.
“Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Dia hanya dapat diubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi yang lain.”
Sejatinya besaran energi di alam semesta ini adalah tetap. Sehingga, segala macam energi yang terlibat dalam suatu proses kimia atau fisika hanya berupa perpindahan atau perubahan bentuk energi semata. Jika berkaca dari persoalan sampah, kita akan menyadari bahwa penggunaan materi di alam semesta secara tidak wajar berpotensi merusak keseimbangan alam.
Jika diumpamakan penumpukan sampah sekali pakai laksana lemak jenuh yang dikandung bumi, maka keabaian kita tidak seharusnya berbuah keluh, “Ih, gerah. Waduh, airnya kuning. Idih, tanahnya gersang. Hiks, hujannya jarang. Sial, kebanjiran.” Sadar atau tidak, demikianlah hasil yang kita petik dari ke-whatever-an kita terhadap menajemen sampah sehingga kita ikut menanggung imbas dari penderitaan bumi yang sedemikian rupa.
Maka penting disadari bahwa setiap kita memiliki peran penting dalam proses penjagaan bumi. Pengelolaan sampah secara bijak—reduce, reuse, recycle—merupakan segelintir aksi nyata pembuktian cinta kita kepada ibu bumi (mother earth). Air, tanah, udara, bumi memberikan begitu banyak untuk umat manusia. Andai kita tidak mampu membalas dengan kebaikan serupa pada bumi, minimal kita berusaha untuk mengurangi dampak kerusakannya. Cuz, whoever you are, your actions matter.
Bergerak Bersama Greevi
Greevi a.k.a green village (desa hijau) merupakan sebuah program bisnis sosial yang diinisiasikan oleh Komunitas Rumah Relawan Remaja (3R). Beragam sampah berbahan baju dan kain bekas diolah kembali menjadi tas kain (goodie bag) dan kantong (pouch) gaul siap pakai.
Semangat yang diusung melalui program ini, selain memperkuat sisi ekonomi masyarakat setempat melalui kreativitas daur ulang, juga menyasar pada perubahan pola pikir masyarakat Aceh terhadap pengurangan sampah, terutama sampah sekali pakai. “Seharusnya kita tidak gengsi menggunakan kembali barang-barang yang masih layak pakai atau didaur ulang. Toh, masih bagus kok. Selain hemat biaya, juga menjaga bumi,” ungkap Kasuma, salah seorang pengurus program Greevi tersebut.
Tanggapan senada juga datang dari Faza, seorang content creator yang tampak berwara-wiri menggunakan produk Greevi Collection dalam beberapa aktivitasnya. “Enak digunakan, simpel dan ringan. Apalagi untuk kegiatan santai.” Saat ditanyakan perasaannya menggunakan barang daur ulang, dia pun menambahkan, “Ngapain malu. Kan tasnya bagus. Yang penting warnanya senada atau netral dengan pakaian,” ungkap sang desainer grafis tersebut.
Selain daur ulang tas, Greevi Collection juga mengembangkan produk sabun handmade. Walau pun dibuat sendiri secara manual, sabun ini tetap menghasilkan busa dan enak digunakan. Setelah beberapa kali pemakaian, selain harum, saya sendiri merasakan kelembutan sabun tersebut di kulit. Pokoknya, enggak kalah deh dengan produk sabun ternama lainnya.
Pada akhirnya, perlu kita sadari bersama bahwa menjaga bumi merupakan bagian dari menjaga diri. Bumi adalah satu-satunya rumah yang kita miliki hingga saat ini. Baik tidaknya kondisi bumi tentu akan memengaruhi kualitas hidup manusianya. Jadi, mari kita jaga bumi kita dengan menjadi konsumen cerdas. Dimulai dari kegiatan-kegiatan sederhana seperti mematikan arus listrik yang tidak terpakai, menutup keran air jika baknya sudah penuh, mencabut pengisi daya laptop dan gawai jika baterai sudah maksimal, membawa kantung belanja sendiri, dan ikut menjadi pendukung produk-produk kreativitas Greevi. Tunggu apa lagi. Yuk, bersama kita jaga bumi.[]
Satu tanggapan untuk “Yuk Jaga Bumi Bareng Greevi”
Wah… Terima kasih kak..