Kategori
Jurnalisme Warga Literasi Kesehatan

Cerita Baik dari Zikrullah, Sukarela Vaksinasi setelah Tahu Manfaatnya

Semalam saya tiba-tiba mendapat pesan dari WhatsApp, isinya seperti ini, “Mardha, kalau Abang mau vaksin booster, cara dapatnya gimana ya?”

Pesan tersebut berasal dari M. Zikrullah, salah satu anggota The Leader yang juga merupakan mahasiswa S2 program Split Master di Universitas Syiah Kuala dan University of Rhode Island dari beasiswa BPSDM Aceh.

Setelah membaca pesan tersebut, saya pun cukup terkejut, lantaran pada umumnya orang menghindari vaksin, tapi teman saya ini malah bertanya dan ingin divaksinasi. Untuk menjawab rasa penasaran, saya pun bertanya lebih lanjut tentang alasan mengapa ia ingin divaksinasi, setelah saya memberikan arahan bagaimana cara mendapatkan vaksin booster.

Beliau bercerita bahwa karena sering bepergian ke luar daerah, vaksin menjadi salah satu kebutuhannya, tidak hanya untuk meningkatkan imunitas tubuh di masa pandemi ini, tapi juga untuk memenuhi persyaratan administrasi yang harus melampirkan sertifikat vaksin sebagai syarat melakukan perjalanan ke luar daerah. Di sisi lain, ketika mengunjungi tempat wisata, kantor pemerintahan atau tempat tertentu yang membutuhkan sertifikat vaksin, maka ia pun tak perlu khawatir lagi.

Lebih lanjut, ia pun juga bercerita pada awalnya keluarga intinya tidak percaya dengan Covid dan vaksin. Namun, sejak awal tahun 2022, salah satu anggota keluarganya harus dirawat di rumah sakit karena terkena Covid-19, dari situ baru muncul kesadaran dan pemahaman oleh seluruh anggota keluarga tentang bahaya Covid-19 dan pentingnya vaksinasi.

M. Zikrullah, pada awal vaksin dosis 1, melakukannya secara terpaksa karena tuntutan administrasi sebagai guru. Kemudian lama-kelamaan mulai paham betapa pentingnya vaksin, sejak ada salah satu temannya yang terkonfirmasi positif Covid-19. Pada saat temannya terkena Covid-19, ada yang sudah divaksinasi dan ada juga yang belum.

Ia pun baru memahami ternyata ada perbedaan gejala yang dialami, pada temannya yang belum divaksinasi gejala yang dirasakan sangat terasa seperti anosmia (tidak bisa mencium bau dan rasa), batuk, flu, dan sakit tenggorokan sedangkan pada temannya yang sudah divaksinasi gejalanya hanya ringan dan lebih cepat recovery. Jadi dari kejadian tersebut dapat menjadi pertimbangannya untuk melakukan vaksinasi dosis 2.

Dari cerita pengalaman Zikrullah, saat pandemi ini sering sekali kita mendengar dan melihat ada orang yang percaya Covid-19 dan ada juga yang menentang segala hal yang berkaitan dengan virus ini. Sebenarnya apa yang memengaruhi seseorang dalam berpikir sehingga menimbulkan sebuah keputusan yang pro dan kontra?

Mengutip sebuah tulisan dari humanhow.com tentang bias kognitif yang memengaruhi manusia dapat membuat keputusan yang rasional atau irasional. Jika dilihat dari pengertiannya, bias kognitif atau bisa juga disebut sebagai bias berpikir adalah suatu kesalahan sistematis dalam berpikir yang memengaruhi cara seseorang, sehingga dapat mendorong dalam mengambil keputusan atau penilaian yang tepat atau tidak.

Salah satu faktornya adalah herd behavior (perilaku kawanan) yaitu seseorang cenderung melakukan apa yang dilakukan oleh sekelompok orang di sekitarnya, padahal sebagai individu, belum tentu membuat pilihan yang sama. Dalam konteks pandemi, masyarakat sering kali lebih sering mengikuti apa yang orang di sekitarnya lakukan, padahal itu belum tentu benar.

Contoh: “Ah, teman-temanku pada gak pake masker, jadi ngapain aku pake masker juga.” “Di daerahku kayaknya aman deh, gak ada covid, jadi gak apa-apa kalau aku mau jalan-jalan.”  Dua contoh ini merupakan bias berpikir yang membuat seseorang mengambil tindakan yang salah, sedangkan pada contoh cerita M. Zikrullah, ia lebih yakin mau vaksin dosis 2 setelah mendengar cerita pengalaman dari dua temannya yang terkena Covid-19 dan ini bentuk dari bias berpikir yang mengarah pada tindakan yang benar.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan, 68% pasien positif Covid-19 meninggal dunia karena belum mendapatkan vaksinasi dosis lengkap. Pada saat pandemi, tentu bias berpikir ini akan sangat merugikan banyak pihak, apabila tindakan yang dilakukan mengarah pada keputusan irasional. Pembahasan mengenai bias berpikir ini juga dibahas melalui akun Instagram @cisdi_id , mereka memberikan saran untuk menghindari bias kognitif di era pandemi yang dapat merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitar, caranya, yaitu:

1. Akui dan sadari bahwa kita memiliki bias dalam berpikir.

2. Kritis dalam menerima informasi dan lakukan riset dari sumber terpercaya dan

3. Jangan mengambil keputusan saat sedang lelah karena dalam situasi tersebut sangat rentan membuat keputusan yang salah.

Akhir kata, tidak apa-apa kalau dulunya Anda tidak percaya Covid-19 dan vaksin, dan juga lebih percaya apa yang disampaikan oleh lingkungan terdekat Anda daripada para pakar dan ahli. Namun, dari kesalahan tersebut, cobalah “tobat” dengan cara membuka mata dan hati untuk melihat dari perspektif yang berbeda.[]

Ditulis oleh Mardhatillah, jurnalis warga Banda Aceh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *