Pembangunan rumah susun bagi santri Dayah Darul Ihsan H. Tgk. Hasan Krueng Kalee berakhir mangkrak. Bangunan tersebut sudah terbengkalai sejak Desember 2022. Sebagian semen di tiang pondasi dan lantai sudah mulai terkikis dan retak. Berdasarkan informasi yang didapat Tim KJI Aceh dari pihak pesantren, semua barang-barang material yang tersisa di lokasi sudah diambil oleh para pekerja.
Jika dilihat dari kontrak, semestinya pembangunan rusun tersebut sudah selesai dikerjakan pada Desember 2022 dengan masa pengerjaan selama 120 hari (4 bulan). Hingga Mei 2023, bangunan tersebut masih berbentuk kerangka bangunan dua lantai, belum ada dinding dan atap yang terpasang dan kayu-kayu penyangga di lantai dua masih berjejer rapi, begitu juga dengan lantai satu.
Kontraktor proyek adalah CV Asolon Utama dengan nilai pagu Rp3,5 miliar dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Perusahaan ini kerap menerima proyek pembangunan di Aceh. Sebelumnya, Tim KJI-Aceh menghubungi pemilik CV Asolon, Riswansyah, lewat email. Ia hanya menjawab singkat dan mengaku sedang berada di luar Aceh. Ia mengarahkan Tim KJI-Aceh untuk menemui Teuku alias Ampon, Project Manager CV Asolon Utama. Berikut petikan wawancara Ampon kepada Tim KJI-Aceh saat di temui di Taufik Kupi Jl. Pocut Baren Banda Aceh, Kamis, 25 Mei 2023.
Bagaimana awal mula CV Asolon mendapatkan proyek proyek rumah susun Pondok Pesantren Darul Ihsan?
Jadi tahap awal lelang pertama itu kami mengikuti lelang melalui Kementerian PUPR. Sebelum memasukkan penawaran, kami melihat lapangan terlebih dahulu. Ternyata lahannya sudah oke dan bisa kerja. Cuma kondisi jalan saja yang tidak bisa digunakan jika masuk alat berat.
Di tengah perjalanan setelah jadi kontrak, tanda tangan kontrak, kami ke sana lagi dan ternyata sudah ada bangunan lain. Sebelum dipasang crane itu, area sekitar 20×40 meter persegi itu belum ada bangunan. Jadi ternyata mereka dapat proyek juga dari APBA, APBK, dan APBN. Tiga dapat dia, termasuk hebat pesantren itu.
Kenapa tidak langsung membangun?
Saat itu, saya selaku teknik lapangan tidak berani untuk melakukan pancang karena jaraknya itu antara dinding mereka ke pondasi kami sekitar 4-5 meter. Itu akan otomatis sewaktu kita pancang akan terjadi diagram pancang play media. Jadi akan berpengaruh bergeser pondasi mereka dan bisa patah. Jadi saya kala itu tidak berani. Sebab bangunan yang baru dibangun itu akan patah kalau kita paksa bikin pemancang.
Apa tindakan selanjutnya?
Setelah itu kami melapor ke Satker lalu rapat. Kami menunggu kepastian jawaban dari pihak satker, sebelum pemasangan tiang. Kami takut juga jadi masalah, kecuali Satker berani mengeluarkan surat perintah melaksanakan pengerjaan, jadi nanti resiko ditanggung sama Satker.
Akibatnya jadi berlarut larut. Kami dari perusahaan minta kesatker jangan lama -lama beri kepastian, sebab sudah berjalan dua minggu. Kami sudah mengajukan untuk review desain, untuk permohonan bore pile. Jadi kami ajukan dulu, lalu rapat dengan satker dan balai, rapat, rapat. Setelah itu kami mulai menghitung struktur ulang karena tidak ada konsultan yang mau lagi menghitung. dan kami khawatir nanti berubah desainnya, bebannya kan berubah lagi, jadinya menghitung struktur kekuatan bangunanya. Kalau desai dulu pancang, itu kan sudah include, kita tidak usah menghitung lagi. Jadi kita lakukan uji sondir kemarin. Ternyata kemarin ada perubahan dari pemerintah harus jadi 10 meter bore pile kedalamannya jadi harus bertambah karena bebannya. Kemarin sekitar 4-5 meter.
Apakah anggaran ikut bertambah?
Skenario tadi tidak membengkakkan anggaran, justru lebih hemat sedikit. Kalau pancang lebih mahal karena harus dimobilisasi. Nah alasan kita tidak berani itu pertama karena jarak spasi antara bangunan proyek kita dan bangunan baru itu terlalu dekat jaraknya. Kedua, akses untuk memasukkan jalan crane juga susah karena jalanan sempit. Itulah yang menguntungkan kami dikeluarkan justifikasi untuk mengeluarkan adendum perubahan kontrak. Karena kita bukan satu, semua lokasi seperti itu di pesantren lain.
Jadi kami rapat dengan Satker mencari cara supaya ada perubahan dan persetujuan lagi. Jadi akhirnya ada satu keputusan setelah 45 menunggu. Coba bayangkan dari hari kontrak berapa hari sudah terbuang waktu. Sementara deadline itu Desember 2022.
Apa penyebab proyek itu mangkrak?
Proyek kemarin itu tidak ada bank guarantee (BG). Kalau dikasih, mungkin proyek tetap bisa jalan. Di paket APBN ini Kami ada enam paket yang sama yakni merehab bangunan. Ada yang selesai. Yang lain struktur, dan ini gak siap semua. Ada yang beda, ada yang berbobot, ada yang tinggi lagi, pokoknya rata-rata enggak Jadi ini alasan mangkraknya.
Ini terus terang saya bilang, ini ada campur tangan dari pihak pesantren. Kami dari awal dulu bekerja siang malam, mereka maunya kami dipotong kontrak saja. Jadi saya lihat di sini tidak semua pihak mendukung 100 persen proyek tersebut. Misalnya jalan akses malah di pagar. maunya biarlah kami lewat dari satu pagar itu. Sewaktu itu jalannya terbuka, kadang ditutup, saat terakhir pekerjaan malah ditutup. Kami sudah buat jalan, jadi anggaran jalan kami saja sudah besar. Itu pakai dana pribadi perusahaan.
Jadi kami memperhitungkan, apabila itu macet itu parah tidak bisa masuk karena kita alat berat semua masuk. Jadi waktu dulu kami masuk di sini, malah ditutup. Lalu saat mau dibangun, tiba-tiba ada bangunan lain. Perencanaan tidak salah.
Tapi ada perubahan desain. Kami juga menghitung ulang struktur karena ada bangunan lain di sampingnya. Itu makan waktu, gak bisa hanya satu-dua minggu. Pembahasan lagi, hitung lagi ulang, sampai hitungan hari ke-46, itu ada berita acaranya ada di Satker. Kami rapat itu ada setiap hari rapat. Jadi kita kejar terus.
Apakah pihak pesantren memberitahu ada pembangunan lain kepada pihak CV Asolon?
Maunya dari pesantren memberi tahu soal itu terlebih dahulu. tapi ini tidak ada pemberitahuan sama sekali, jika ada, mungkin kami akan menyesuaikan perencanaan itu. Mereka ini kan juga tidak mau rugi dan lari dari perhitungannya.
Berapa lama proses masa pelelangan?
Lebih satu bulan dari masukan pelelangan. Kalau APBN cepat sedikit prosesnya, gak kayak APBA. Pokoknya mereka dikejar karena waktu. Tetapi kalau seandainya waktu tidak ada perubahan desain kemungkinan kita di-finishing itu mungkin bisa dibantu. Minusnya, di-finishing kita. Karena dia kalau ini sudah mengejar atap, kita sudah enak kerja di dalamnya.
Benarkah proyek ini bisa disebut gagal?
Kalau dibilang 100 persen hancur kali, enggak juga. Misalnya karena tanah timbun, kami susah masuk ke dalam. Item pekerjaan kita kan K300, jadi tidak bisa kita cor pakai molen. Kita sediakan molen di situ kemarin apabila ada kekurangan. Paling misal ada kekurangan 0,3 mm. Itu perlu kita aduk.
Jadi kalau pakai molen kita tidak bisa masuk dan harus menunggu sampai seminggu. Kalau kita bongkar jalan ini akan habis lagi uang sekitar Rp 200 juta dan bikin nambah kerjaan. Kami minta naikkan itu tidak ada anggaran. Di situlah kontraktor selama ini terjadi masalah. Jadi ujungnya imbas di pelaksana, di kontraktor disalahkan. Seharusnya ada biaya untuk jalan. Misalnya, habis Rp100 juta kami siap tanggung Rp50 juta.
Tidak ada anggaran untuk prasarana jalan?
Tidak termasuk. Itu mereka gak mau menanggung, maka gak kami buat. Kami kalau di APBN ini setiap minggu rapat. Terkadang di lapangan nge-zoom. Ada lagi terkadang masalah finansial.
Kalau dihitung, berapa persen pengerjaan yang sudah dilaksanakan?
Sekitar 42 persen. Kalau target saya 45 persen kemarin. Karena kemarin ada yang tidak dihitung jadi kita tidak bisa membuat apa-apa lagi, yaudah lah. Pokoknya, ketimbang itu anggaran uang muka baru tarik dan belum habis masih ada uangnya karena luncurnya tahapan. Habis itu kami tidak ada bobot lebih, tidak taring uang. Misalnya bobot Rp 30 juta, tapi tarik Rp 60 juta, itu tidak ada. Baru uang muka kami tarik.
Berita terkait: Proyek Mangkrak Dayah Darul Ihsan Krueng Kalee
Jadi karena hitungan, dipotong uang muka, sehingga berapa sisa. Uang muka berapa persen. Apa 20 persen atau 30 persen, kalau 30 persen berarti masih ada lebih berapa persen. Kalau 20 persen, berarti ada lebih lagi uang yang harus dikembalikan. Pokoknya volume harus sesuai.
Mereka itu mungkin sudah melihat dan mengasumsikan ini tidak akan terkejar lagi sampai siap. Jadi yang kita sesalkan kenapa tidak ada BG atau bank garansi. Kalau APBN ini kan tidak ada kebijakan.
Apa proyek ini berdampak karena meninggalnya Kepala Satker Diaz Rossano?
Sampai saat ini belum ada pembicaraan. Lagi pula sudah putus kontrak. Tidak ada hak kita untuk itu. Cuma tinggal bersiap nanti jika ada hal-hal mungkin nanti masuk audit Badan Pemeriksa Keuangan. Itu pasti nanti masuk di administrasinya. Nanti di akhir tahun, siap gak siap tetap masuk BPK. Ini uang sudah tersalur segini, mereka sudah menilai sendiri kemarin.
Benarkah pekerja mengambil material bangunan karena tidak dibayar kontraktor?
Tukang memang sudah duluan pulang, kita sudah bayar gaji. Kita pakai tenaga dari Medan, kita kemarin ada orang di Banda Aceh sekitar hampir 2 orang. Yang di situ sekitar 30 orang kita pekerjakan, sebelum kita siap itu sudah dipotong. Jadi terus terang saya bilang, kalau soal hasil pekerjaan, itu saya memang kecewa dengan tukang. Tidak ada kerapian kerjanya
Tapi kalau yang ambil besi itu, orang perusahaan. Jadi di situ ada dua orang, Fuadi dan Edi. Edi itu orang lapangan yang saya didik di situ, jadi besi itu diambil kemudian dibawa pulang. Jadi tidak ada material yang dijual untuk bayar gaji pekerja, yang ada dibawa pulang ke gudang kita. Dan Pihak perusahaan tahu terkait pengambilan besi dan material sisa karena ada konfirmasi kepada saya.
Pihak pesantren ada membantu proyek?
Saya kurang sreg dengan pihak pesantren. Air kami dimatikan. Padahal kami bayar. Mereka juga mengusulkan supaya pemerintah memotong kontrak kami.[]