Kategori
Jurnalisme Warga Literasi Pemilu Mitigasi Bencana

Memilih Pemimpin yang Peduli Lingkungan

Oleh: Khairiah*

Setiap musim penghujan tiba, musibah banjir seperti sudah menjadi agenda tahunan di Aceh. Dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh dalam kurun waktu lima tahun, lima kabupaten setidaknya telah mengalami banjir lebih dari 20 kejadian. Dikutip dari situs utu.ac.id, lima daerah tersebut meliputi Aceh Selatan (44 kejadian), Aceh Tenggara (38 kejadian), Aceh Jaya (30 kejadian), Aceh Timur (28 kejadian), dan Aceh Utara (21 kejadian).

Setiap kali terjadi banjir, akan ada kerugian yang berdampak terhadap kerusakan ekosistem. Banjir dengan tingkat kerusakan dan kerugian beragam ini bukan hanya pengaruh alam, kebijakan para pemimpin juga punya andil, contohnya pemimpin yang dengan mudah memberikan izin untuk usaha pertambangan.

Saat ini banyak hutan Aceh yang sudah gundul akibat ilegal logging, tambangilegal, dan kegiatan lainnya yang tak ramah lingkungan. Semua aktivitas ilegal tersebut karena keserakahan oknum tertentu dan diperparah dengan hukum yang tidak tegas. Para pemangku kebijakan tidak mampu menggunakan power-nya untuk menghentikan semua kegiatan ilegal ataupun pemerintah setempat memang tidak memiliki visi mengenai isu lingkungan.

Oleh karena, momentum pemilihan umum yang akan berlangsung pada 2024 nanti tak boleh disia-siakan. Penting sekali bagi masyarakat untuk mengenal dengan baik calon pemimpin mereka baik dari level presiden, gubenur, wali kota/bupati, tak terkecuali calon-calon anggota legislatif yang akan duduk di DPR RI, DPD RI, dan DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Jika ingin melihat Aceh menjadi daerah yang maju, pada kesempatan Pemilu 2024 nanti pilihlah pemimpin yang memiliki visi dan misi yang jelas terhadap isu-isu lingkungan. Pilihlah pemimpin yang terseleksi dengan ketat, bukan figur karbitan media. Pemilih yang cerdas tidak akan mengabaikan pertimbangan-pertimbangan kompetensi, kapasitas, kredibilitas, dan integritas sesuai dengan rekam jejak.

Pemimpin yang baik diukur dari tindakannya bukan sekadar pandai berteori, tapi miskin dalam pelaksanaannya. Calon pemimpin yang baik tidak hanya pencitraan, tetapi harus didukung dengan kerja nyata yang bisa dilihat melalui track record-nya berdasarkan pengalaman dan terjamin integritasnya.

Sosok pemimpin harus tegas, cepat dalam menangani masalah, berwibawa, disiplin, dan menguasai bahasa internasional juga tentunya. Memang mencari sosok pemimpin ideal sangat sulit, tetapi bukan berarti tidak ada.

Mendapatkan pemimpin yang baik tentu saja harus dengan cara yang baik. Pilihlah calon pemimpin yang menghindari praktik politik uang, sebab maraknya korupsi juga merupakan dampak dari adanya politik uang yang membuat pemimpin curang terpilih dengan tujuan agar modal praktik uangnya kembali. Seseorang yang sudah terpilih dan mengisi jabatan publik dengan mengeluarkan uang banyak, tentu berpikir bagaimana mengembalikan uang yang dikeluarkan ketika pemilihan.

Itu sebabnya mereka yang terpilih dengan cara politik uang, kinerjanya tidak efektif, di otaknya hanya mencari keuntungan  pribadi tanpa hasil karya yang bisa dibanggakan. Money politic juga menutup kesempatan bagi calon pemimpin baik yang memiliki kapasitas intelektual dan sosial yang bagus untuk menang dalam pencalonan, karena mereka tidak memiliki modal untuk bermain politik uang.

Semula saya juga tidak terlalu peduli dengan urusan politik, karena tidak ada hubungannya dengan latar belakang pendidikan saya di teknik arsitektur atau status saya sekarang sebagai ibu rumah tangga. Dalam benak saya, siapa pun dan apa pun hasil pemilu, saya tetap seperti ini.

Namun, ternyata saya salah, karena semakin saya menjalani, semakin saya menyadari segala sesuatu yang terjadi tidak terlepas dari peranan politik. Hal ini juga disampaikan oleh  Hayatullah Pasee, Koordinator FAMe, ketika memberi materi di Workshop Jurnalis Warga Batch 2 yang diselenggarakan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) di Banda Aceh pada Kamis,  6 Oktober 2022. 

Saat ini tidak mungkin kita tidak peduli akan politik karena harga kacang rebus pun ditentukan oleh politik, harga kerupuk ditentukan politik, bahkan harga gas juga ditentukan oleh pengaruh politik.

Masih ada dua tahun sebelum Pemilu 2024 berlangsung. Masih ada kesempatan untuk mengenal calon pemimpin lebih dalam. Contoh sederhana jika ingin mengetahui calon pemimpin yang akan dipilih itu peduli lingkungan atau tidak, bisa dilihat ketika masa kampanye tiba.

Apa mereka memasang atribut politik secara tertib, atau di setiap ruang publik, ruang kosong, tanah kosong, pohon, pendestrian jalan, hingga di tiang listrik pun dipasang sehingga membuat wajah kota terlihat berantakan dan semrawut dengan semua atribut politik tersebut.  

Menjelang pemilu sangat banyak pohon yang menjadi tumbal karena batangnya jadi tempat spanduk, banner calon  pemimpin, calon anggota legistatif atau partai politik yang dipasang.

Jika tidak ada penindakan, tentu aksi seperti ini akan terus terulang dan berdampak pada pengrusakan lingkungan. Biasanya paku yang ditancapkan di pohon berukuran 2 cm hingga 12 cm, paku yang menancap di pohon bisa mengakibatkan pohon mengalami pengeroposan bahkan mati  akibat banyaknya paku yang tertancap di batangnya.

Batang pohon yang  mati  tentu sangat berbahaya bagi pengendara yang melintas terutama ketika angin kencang. Apalagi Aceh khususnya Banda Aceh pernah mendapatkan piala Adipura hingga sembilan kali yang  menggambarkan kota yang ramah lingkungan.

Sepenggal Cerita  tentang  Pemilu di Jepang

Desember 2013, teman-teman suami yang asli orang Jepang melakukan kunjungan kerja ke Banda Aceh. Mereka heran dengan fenomena atribut atau alat peraga partai yang menghiasi jalan tanpa ada aturan, menancapkan paku baik untuk poster caleg, spanduk di pohon serta mewarnai pohon  sesuai dengan bendera partai  menjelang Pemilu 2014.

Di Jepang ketika musim pemilu berlangsung, hanya penyelenggara pemilu saja yang berhak memajang, mengeluarkan poster, atribut atau alat peraga partai. Itu pun ada tempat khusus berupa papan pengumuman khusus dan semua partai memiliki porsi yang sama baik partai besar maupun partai yang kecil, sehingga cost politik juga jadi lebih murah dan tentu saja tidak ada pohon yang terluka.

Tidak seperti di Indonesia, partai yang paling banyak uang tentu atribut partainya paling banyak mendominasi. Membuat saya bertanya-tanya, bagaimana nasib partai kecil yang minim dana kampanye, tetapi memiliki banyak kader yang berpotensi, pasti akan tersingkir dengan sendirinya.

Andai penyelenggara pemilu bisa lebih tegas menerapkan aturan kampanye dengan porsi seimbang untuk setiap partai, serta menegaskan hanya penyelenggara pemilu yang berhak membuat kampanye partai, mungkin wajah Kota Banda Aceh tidak berantakan dengan semua atribut partai, yang  lepas tanggung jawab ketika pemilu selesai. Sehingga menjadi beban kerja Satpol PP dan petugas gabungan untuk menurunkan semua atribut tersebut hingga wajah kota kembali bersih.

Solusi Banjir di Aceh

Memberikan donasi, sembako, dan bantuan jangka pendek bagi para korban banjir itu bukan solusi. Solusi yang harus ditempuh adalah bagaimana banjir bisa dicegah, jika pun masih terjadi banjir, dampak yang diakibatkannya bisa diminimalisasi.

Seperti banjir di Aceh Utara yang disebabkan maraknya dugaan praktik ilegal logging dan pengrusakan lingkungan, hendaknya kinerja polisi kehutanan terus dimaksimalkan hingga kejadian seperti ini dapat dicegah.

Seperti yang disampaikan Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Iskandar PB, Pemerintah Aceh dan pemerintah pusat perlu mencari solusi terbaik terkait menyempit dan dangkalnya beberapa badan sungai akibat sedimentasi. Kondisi itu mengakibatkan air tak mengalir secara maksimal dari hulu hingga hilir.

Tata ruang dan fungsi lahan juga harus diperhatikan, adakah fungsi lahan yang disalahgunakan. Seperti daerah aliran sungai, hutan lindung yang disalahgunakan menjadi daerah pemukiman. Jika ada berarti ada qanun tata ruang kabupaten yang harus direvisi.

Memperbaiki infrastruktur saluran air tidak hanya ketika musim hujan tiba, tetapi memastikan semua infrastuktur saluran air berfungsi dengan baik setiap saat.

Harusnya, jikapun pertambangan adalah satu-satunya solusi namun perlu diperketat standar dan persyaratan yang ada sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan pertambangan dalam menjaga lingkungan.

Setiap lahan bekas tambang harus direklamasi menjadi hijau dan subur, sebagai komitmen awal perusahaan pertambangan yang beroperasi di Aceh. Masih banyak lagi solusi mengatasi banjir di Aceh. Jadi, jika ingin masa depan Aceh lebih baik, pastikan pemimpin yang dipilih peduli lingkungan.[]

Penulis adalah Jurnalis Warga Banda Aceh, alumnus Teknik Arsitektur Universitas Syiah Kuala,  Ibu rumah tangga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *