Oleh Munawwar*
Yayasan Methodist merupakan salah satu lembaga pendidikan yang ada di Kota Banda Aceh. Yayasan ini berada di Jalan Pocut Baren Nomor 3 Gampong Mulia, Banda Aceh, dan menaungi empat jenjang pendidikan, yaitu TK, SD, SMP, dan SMA. Untuk tingkat SMP dipimpin oleh Sheilisa yang akrab dipanggil Loshe Lisa. Saya sendiri tercatat sebagai guru PPkN di SMP Methodist Banda Aceh.
Loshe Lisa sangat aktif dalam mengawasi pergerakan peserta didik. Tak jarang bagi peserta didik yang diantar oleh orang tuanya langsung bertemu dengan Loshe Lisa. Melalui sapaan hangat, “Selamat pagi, Nak,” seolah menjadi mantra yang menyemangati peserta disik untuk belajar.
Ketika Covid-19 melanda dunia dan sampai ke Aceh pada Maret 2020, yang diikuti dengan adanya kebijakan pembelajaran jarak jauh, Loshe Lisa menjadi orang yang paling sibuk. Saat saya mewawancarai Loshe Lisa pada awal Maret 2022, beliau bercerita bahwa kehadiran Covid-19 memang memberikan banyak dampak negatif, tetapi juga ada yang positif, “Yakni memaksa kita melakukan perubahan, seperti pola pembelajaran yang berubah, guru-guru juga diberikan pelatihan agar melek teknologi. Membiasakan penggunaan platform seperti Zoom, Google Meet, WhatsApp, Instagram, Google Classroom, dan YouTube,” katanya.
Belakangan ketika pemerintah mulai mengeluarkan kebijakan vaksinasi, Loshe Lisa sangat memercayai pemerintah, bahkan ia termasuk orang yang melakukan vaksinasi di tahap-tahap awal. Ia percaya melalui vaksin dapat memberikan efek positif untuk kesehatan. Ketika program vaksinasi sudah menyasar anak-anak usia sekolah, ia menyosialisasikan vaksinasi kepada peserta didik dan mengarahkan langsung para orang tua murid melalui personal chatt agar anak-anaknya diberikan vaksin Covid-19. Ia juga mendorong agar semua guru SMP melakukan vaksinasi.
Loshe Lisa juga mengedukasi mereka dengan menceritakan pengalamannya sebelum dan sesudah vaksinasi. Seperti munculnya efek pegal atau perasaan mengantuk dan lapar. Efek ini menurutnya sangat lumrah, bahkan bayi yang diimunisasi pun juga mengalami efek seperti demam setelah disuntik.
“Melalui testimoni langsung dari orang yang mereka kenal, akan membuat mereka percaya dan yakin bahwa vaksin itu aman. Tentunya akan berbeda apabila yang menyampaikan orang yang tidak dikenali,” kata Loshe Lisa tentang strategi “membumikan” vaksin di SMP Methodist Banda Aceh.
Tak berhenti sampai di situ, ia juga membuat seminar tentang Covid-19 dan vaksinasi dengan menghadirkan dokter ke sekolah. Setelah seminar, para guru dan tenaga kependidikan mulai melakukan vaksinasi. Hasilnya, satu per satu guru dan peserta didik mulai minta divaksinasi karena mereka telah memiliki pemahaman bahwa vaksin sangat menolong dalam kondisi pandemi seperti sekarang. Semua guru di SMP Methodist saat ini sudah melakukan vaksinasi sampai tahap dua. Tujuannya agar semua bisa sehat dan bisa menjalankan kegiatan dengan baik.
“Saya juga mencari cara supaya bisa memperoleh vaksin pada jenjang SMP dengan mencari cara siapa yang bisa memfasilitasi. Kebetulan saya memiliki teman di Puskesman Kuta Alam, yang ingin vaksinasi saya antar ke lokasi vaksinasi. Tidak hanya kepada guru, saya juga mengantarkan peserta didik untuk melakukan vaksinasi bagi yang tidak bisa diantarkan oleh orang tuanya,” ujarnya penuh semangat.
Loshe Lisa memang tidak mengundang vaksinator ke sekolah karena jumlah peserta didik yang belum melakukan vaksinasi jumlahnya sedikit. Dalam hal vaksinasi Loshe Lisa memang sangat fokus dan ia mengurusnya sendiri. Tak heran jika ia hafal berapa jumlah peserta didik yang sudah mendapatkan vaksin. Ia menamsilkan vaksin itu seperti benteng bagi tubuh. Saat ini sebanyak 153 peserta didik jenjang SMP sudah melakukan vaksinasi. Hanya satu orang yang belum mendapatkan vaksin. Ternyata setelah beliau cari tahu, yang belum vaksinasi ini karena dilarang oleh orang tuanya.
“Orang tuanya sudah melakukan vaksin, tetapi mengalami gejala yang kurang enak dan trauma,” katanya menceritakan perihal satu murid yang belum vaksinasi.
Ia juga memberikan motivasi kepada peserta didik mengenai pentingnya vaksin dan bahaya Covid-19, sehingga mereka bisa mengedukasi orang tua dan keluarga di rumah dengan memberikan pemahaman seperti yang didapatkan di sekolah. Jangan sampai orang tua mereka termakan berita-berita hoaks tentang vaksin. Setiap pertemuan di kelas Loshe Lisa tak bosan-bosannya menyampaikan kepada peserta didik, “Ayo kalian ngomong dan menyensor informasi!”
Meski sekarang semua peserta didik dan guru sudah divaksinasi dan sekolah mulai tatap muka, tetapi protokol kesehatan tetap diberlakukan dengan ketat. Setiap orang yang masuk ke sekolah harus mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau dengan hand sanitizer.
Ketika akan masuk ke ruang belajar senantiasa dicek suhu tubuhnya dan dicatat di buku yang telah tersedia. Begitu juga saat pulang, suhu tubuh siswa kembali dicek. Saat waktu istirahat, peserta didik tidak boleh ke mana-mana. Mereka harus makan di ruang kelas karena kantin tidak boleh dibuka untuk menghindari terjadinya kerumunan. Peserta didik diharuskan membawa bekal dari rumah atau diantar oleh orang tua saat waktu istirahat. Selain iu juga peserta tidak diperbolehkan meminjam alat tulis temannya. Apabila mereka diminta ke depan untuk menjawab pertanyaan di papan tulis, maka harus menggunakan spidol sendiri.
Jika ada peserta didik yang sakit seperti batuk atau pilek, mereka tidak diizinkan belajar secara tatap muka, tetapi melalui pembelajaran jarak jauh. Namun, jika mereka mengalami sakit di sekolah, maka diminta pulang setelah dijemput oleh orang tuanya. Begitu juga jika ada peserta didik yang pergi ke luar kota, maka ketika masuk sekolah diwajibkan melakukan tes antigen. Jika hasilnya negatif baru diizinkan mengikuti pelajaran sebagaimana biasanya.
Loshe Lisa juga sangat memperhatikan imbauan pemerintah tentang tata cara belajar di masa pandemi. Misalnya dengan memperhatikan jarak antarmeja yang harus terpaut 1,5 meter. Dalam satu ruangan hanya terisi oleh 18 peserta didik. Pada awal pembelajaran tatap muka jenjang SMP, pihak sekolah mengeluarkan surat dengan pemberitahuan ketentuan, pengantaran, penjemputan peserta didik, dan area parkir kendaraan. Orang tua tidak boleh lama-lama di area sekolah setelah mengantarkan peserta didik karena semakin lama akan menimbulkan kerumunan.
“Vaksin itu hanya salah satu cara agar membuat imun tubuh lebih tinggi, tapi bukan berarti membuat kita tidak tertular. Setekah vaksinasi pun bisa tertular hanya saja gejalanya lebih ringan,” demikian Loshe Lisa selalu menjelaskan kepada orang-orang di sekitarnya. Menurutnya hal ini penting diberitahu agar orang-orang tetap menjaga prokes.
Ia selalu berprinsip, bahwa para orang tua telah memercayakan anak mereka kepada pihak sekolah sehingga perlu menjaga kepercayaan itu dengan tanggung jawab penuh. Peserta didik harus dijaga dengan baik dengan memberi instruksi yang jelas tentang wajib masker, menjaga jarak, tidak berkerumun, diantar dan dijemput pada waktunya. Semoga pandemi cepat berakhir.[]
Penulis adalah guru SMP Methodist Banda Aceh dan anggota Komunitas JW Banda Aceh. Mahasiswa PPs UIN Ar-Raniry