Oleh Maghfudh*
Pada 28 Februari 2022, saya bersama relawan lainnya melakukan perjalanan ke sebuah desa di Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh tengah. Perjalanan kami membutuhkan waktu sekitar 7-8 jam dari sekretariat Rumah Relawan Remaja di Banda Aceh. Perjalanan ini bukan tanpa alasan.
Sejak September 2021 hingga sekarang, saya dan lima relawan lainnya bergabung dalam sebuah komunitas bernama Rumah Relawan Remaja dan mengikuti sebuah program dari 3R yaitu (Pustaka Kampung Impian (PKIp). Saat ini kami sedang menjalankan tugas penempatan di Desa Bah, Kecamatan Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, sedangkan satu tim lagi di Desa Serempah. Kami bertugas di sana untuk jangka waktu satu bulan.
Berhubung saya sedang berada di desa, sembari berjalan dan menikmati indahnya pemandangan dan juga dinginnya udara, saya menelusuri lorong-lorong dan gang-gang rumah warga yang tersusun dan diadang oleh pemandangan pegunungan yang indah.
Sore 27 Maret 2022, setelah menjalankan kegiatan bersama adik-adik setempat, saya menyempatkan untuk keliling desa dan pandangan saya tiba-tiba mengarah pada sebuah rumah. Di beranda tampak duduk dua anak-anak dan juga dua bapak-bapak, serta ibu yang sedang asyik menyiapkan dagangannya. Saya pun berjalan menuju ke arah mereka. Mereka menyapa saya sembari mengajak mampir dan ngopi bersama. Maklum, di sana kaya akan kopi. Masyarakat sudah terbiasa jikalau ada orang baru selalu mereka suguhkan kopi. Begitulah keramahtamahan dan khasnya tanah Gayo.
Di sela-sela ngopi, salah seorang bapak bernama Sugianto sedang melanjutkan pembicaraan mengenai vaksinasi yang dilakukan di salah satu sekolah yang ada di desa tersebut. Mereka mengatakan, ternyata masih ada anak-anak yang tidak mau vaksinasi karena alasan takut jarum. Selain itu, menurut Sugianto, sebagian orang tua tidak setuju anaknya divaksinasi karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan setelah vaksinasi. Informasi-informasi semacam itu mereka dapatkan dari berbagai platform tanpa saringan.
Untuk akses masyarakat dalam melakukan vaksinasi sangat dipermudah. Berkat kerja sama reje (kepala desa) dan perangkat desa lainnya yang melakukan sosialisasi mengenai vaksin, membuat masyarakat antusias untuk vaksinasi yang dilakukan di kantor reje. Warga setempat sangat berterima kasih kepada kepala desa.
Sugianto saat ini sudah masuk usia 59 tahun, dia sudah melakukan vaksinasi pertama pada 8 Mei 2021 dan yang kedua pada 5 Juni 2021. Begitu pun dengan istrinya Suryani. Awalnya dia mengatakan, pada saat vaksinasi cuma di sekitar bekas suntikan yang agak terasa kebas.
“Tapi untuk lainnya, alhamdulillah tidak ada,” kata Sugianto.
Suryani juga demikian, setelah vaksinasi pertama tidak ada muncul gejala selain kebas di bagian suntikan dan bagian bahu. Namun, saat vaksinasi kedua ada sedikit kambuh asam lambung.
“Sebelumnya Ibu belum ngerasa penyakit lambung, eeh setelah vaksinasi asam lambung Ibu kumat. Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit dan sudah mendingan alhamdulillah,” kata Suryani, 58 tahun, yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga.
Berdasarkan percakapan saya dengan Reje Mude Sedang, bahwa hampir 98% masyarakat dengan kriteria pemuda, remaja dan anak, ibu-ibu, dan juga lansia di Desa Bah sudah melakukan vaksinasi. Selebihnya untuk anak-anak dan lansia memang masih ada beberapa yang belum melakukan vaksinasi karena faktor usia dan penyakit bawaan (komorbid).
Salah satu lansia di Desa Bah, Siti Aisyah yang umurnya sekitar 70 tahun, mengaku bahwa vaksinasi Covid-19 cukup aman. Hingga saat ini nenek tersebut sudah melakukan vaksinasi dua kali. Ia sama sekali tidak merasa takut. Ia mengatakan, pemerintah harus menganjurkan semua orang baik muda atau tua untuk vaksinasi agar sehat dan bisa beraktivitas dengan nyaman di tengah pandemi Covid-19.
Untuk anak-anak sekolah juga ada dilakukan vaksinasi, tetapi kurangnya peran orang tua terhadap sosialisasi kepada anak-anaknya membuat tidak semua anak mau divakasinasi. Kekhawatiran para orang tua bermacam-macam, ada yang mengaku masih ragu dengan kandungan vaksin, ditambah faktor anak-anak tersebut yang takut jarum suntik. Seorang murid SD, Naima Rezeki, mengaku tidak mau divaksinasi karena takut jarum suntik.
Ketika saya bertanya kepada masyarakat secara acak, baik ibu-ibu, bapak-bapak, dan juga pemuda, kenapa mereka melakukan vaksinasi? Umumnya mereka menjawab demi keamanan dan kenyamanan saat bepergian sebab tidak semua kebutuhan tersedia di desa mereka. Sebagian yang lain menjawab, meski mereka berada di desa, tetapi tidak menutup kemungkinan orang luar mendatangi desa mereka dan bukan tidak mungkin membawa virus Covid-19.
“Dengan kita vaksinasi sistem kekebalan tubuh kita akan meningkat terhadap penjagaan melawan virus dan juga kalaupun kita terserang ataupun tertular gejala yang ditimbulkan agak sedikit ringan dibandingkan jikalau kita tidak melakukan vaksin,” ujar seorang warga Desa Bah.[]
Penulis merupakan relawan di 3R dan anggota Komunitas Jurnalis Warga Banda Aceh