Kategori
Edukasi Perempuan Berdaya

Serunya Belajar Membuat Tempe di Rumoh Pangan Aceh

Saat menyantap gurihnya tempe di piring makan kita, kita hanya fokus pada rasa yang dicecap oleh lidah. Tempe tidak “sesederhana” harganya yang murah. Ia adalah karya yang lahir dari ketelatenan dan keuletan para pengkarya. Ia sumber protein nabati yang kaya manfaat.

“Tempenya enak, I am very full,” celoteh Ummi girang setelah menghabiskan seporsi besar makan siangnya yang kumasak dengan beragam lauk pauk sehat, salah satunya tempe.

Sejujurnya, tidak ada perlakuan khusus pada tempe yang kusajikan siang itu. Tempenya hanya kutaburi sejumput garam, lalu kugoreng hingga matang. Walaupun cara memasaknya terkesan simpel, tetapi justru proses pembuatan tempenyalah yang istimewa.

Sajian tempe yang kuhidangkan di rumahku saat itu berasal dari bahan baku tempe olahanku sendiri yang dihasilkan melalui pelatihan pembuatan tempe dari program Rumoh Pangan Aceh (RPA) pada tanggal 23-24 Agustus 2025.

Program edukasi ketahanan pangan itu berlangsung selama dua hari di Rumah Tempe InoPi, yang berlokasi di Alue Naga, Syiah Kuala, Banda Aceh.

InoPi merupakan singkatan dari Inovasi Pangan Indonesia yang menjadi subbisnis dari organisasi masyarakat Rumoh Pangan Aceh. Rumah Tempe InoPi menjadi pusat produksi sekaligus pusat edukasi tempe sehat yang dikelola oleh Rumoh Pangan Aceh.

Atas: proses penyortiran kacang. Bawah: pengupasan kulit kacang.

Produk tempe berkualitas yang dihasilkan berasal dari bahan baku pilihan seperti kacang kedelai dan kacang koro. Selain menjadi rumah produksi tempe segar untuk masyarakat, tempat ini juga menjadi wadah pemberdayaan komunitas lokal untuk mengampanyekan informasi terkait pangan lokal yang sehat lagi bergizi.

Selalu ada kejutan di setiap proses pembelajaran, termasuk saat belajar membuat tempe dari nol.

Dalam pelatihan ini, aku dan para peserta hadir tidak hanya untuk belajar memahami proses pembuatan tempe secara teoretis. Akan tetapi, kami juga langsung diajak terjun ke dapur produksi tempe InoPi.

Kami bertemu dengan para ibu, warga Gampong Alue Naga, yang bekerja di sana. Menurut info yang kuterima, bahan kacang koro yang digunakan untuk membuat tempe InoPi ini berasal dari hasil kebun petani lokal di Aceh yang dibina langsung oleh Rumoh Pangan Aceh.

Para peserta diajak menikmati proses langsung pembuatan tempe tahap demi tahap. Kami menyentuh langsung kacang koro berwarna putih sekeras batu dan belajar menyortirnya satu-satu. Kami juga diajak terjun langsung mengupas kulit kacang koro yang sudah direndam semalaman, kemudian dicincang, dicuci, dan dibersihkan.

Atas: kacang dikeringkan setelah dicuci bersih. Bawah: proses penggilingan kacang dengan mesin.

Aroma sianida yang kuat tercium saat kacang koro direbus dan kemudian dicuci bersih dengan air mengalir berkali-kali. Hal itu mengingatkanku pada proses pengolahan bahan pangan janeng—umbi beracun dari Aceh—yang tampak serupa.

Sebagai tipe pembelajar praktis, pengalamanku di hari pertama dan kedua sungguh berbeda. Saat ragam teori terkait pembuatan tempe dipaparkan, aku merasa bosan dan kantuk pun menyerang dengan teramat sangat.

Namun, hari kedua terasa berbeda, semangat belajarku sungguh membara. Di hari kedua, semua inderaku terasa hidup.

Kulitku merasakan sensasi dinginnya air mengalir dan panasnya tungku kayu untuk merebus kacang koro dan kedelai. Mataku dimanja dengan beragam rupa peralatan dan ragam aktivitas peserta dan pelatih yang melakukan praktik pembuatan tempe bersama di dapur produksi.

Ragi tempe.

Telingaku dipenuhi ragam dengung mesin pemotong koro dan pengupas kulit kedelai yang sebelumnya tak pernah kukenal. Hidungku menangkap rupa-rupa aroma, dari bau langu yang menggangu hingga gurihnya aroma tempe yang siap disantap bersama.

Tentu saja, lidahku turut mengecap nikmat ragam tektur dan rasa tempe yang terbuat dari kedelai, koro, atau pencampuran keduanya.

Dari seluruh rangkaian aktivitas membuat tempe sehat yang sungguh asyik, ternyata ada tantangan besar lainnya yang baru aku sadari. Bahwa, selayaknya membuat tape, proses pembuatan tempe juga ternyata tak lantas langsung berhasil, alias bisa saja gagal.

“Setelah paham rumitnya membuat tempe, kalau di pasar pedagang menawarkan harga 5 ribu sebatang, akan saya tawar ulang. ‘6 ribu saja, boleh, Bang?’” kisah salah seorang ibu yang sedang membersihkan kacang koro bersama kami sambil terkekeh.

Atas: tempe yang sudah jadi dengan tekstur yang sangat bagus. Bawah: tempe yang sudah digoreng menghasilkan warna yang keemasan.

Pemilihan ragi dan cara menaburnya ke kacang kedelai dan koro—yang telah bersih, masak, dan kering—dengan tepat menjadi penting, juga proses pengemasan dengan menggunakan plastik atau dedaunan pilihan, bahkan kehadiran suhu ruang fermentasi yang harus tepat (29-32 derajat celsius) menjadi sederet faktor lainnya yang menentukan keberhasilan atau kegagalan pembuatan tempe.

“Jadi tempe ini tidak dapat dibuat di suhu dingin, termasuk di suhu negara bersalju,” ungkap Puteri, Sang Manager Operasional InoPi.

Aku terkesima dengan pernyataan tersebut. Sumber protein nabati yang sangat aku gemari karena rasanya yang enak dan harganya yang cukup terjangkau itu ternyata perlu melalui proses pembuatan yang sangat panjang, bahkan berpotensi gagal.

Tim RPA bersama para peserta pelatihan membuat tempe.

Pada akhirnya, aku sadar bahwa hal yang mungkin kita kira sederhana dan mudah kita dapatkan layaknya tempe, ternyata membutuhkan keuletan dan kesabaran yang tidak sedikit oleh para pengrajinnya. Syukur menggunung seketika timbul dalam lubuk hatiku yang terdalam.

Ada begitu banyak orang-orang terampil yang dengan tabah dan ikhlas berkarya untuk menghasilkan produk pangan sehat terbaik. Sehingga konsumen seperti kita dapat dengan mudah menyantap dengan nikmat dan berkata, “Hmm… enaaakkk!”

Jika Anda tertarik untuk mencobanya di rumah, berikut saya terakan juga tata cara pembuatannya.

Tata Cara Membuat Tempe Kedelai

BAHAN BAKU

  • Kacang kedelai
  • Ragi (1 gr ragi/1 kg kacang)
  • Air bersih

PERALATAN DAN MESIN PEMBUATAN TEMPE

  • Dandang
  • Kompor
  • Wadah plastik
  • Saringan
  • Kipas angin
  • Saringan plastik
  • Ember
  • Timbangan
  • Jarum pelubang yang sudah disterilisasi
  • Sealer
  • Mesin penggiling kedelai
  • Termometer digital

PIHAK TERKAIT

  • Supervisor produksi
  • Staff produksi

PROSEDUR

Hari Pertama:

Kacang Kedelai

  1. Pengrajin tempe menyortir kacang kedelai secara manual dan memisahkan yang rusak
  2. Kacang kedelai direndam selama 1 jam
  3. Kacang kedelai direbus selama 45 menit
  4. Kacang kedelai direndam selama 24 jam

Hari Kedua:

Kacang Kedelai

  1. Kacang kedelai digiling dengan mesin penggiling kedelai untuk memisahkan kacang dan kulit ari
  2. Kacang kedelai dicuci bersih dan dibilas sebanyak 3 kali
  3. Kacang kedelai direbus selama 30 menit
  4. Kacang kedelai ditiriskan dan dikeringkan dengan cara menyebarkannya secara merata di atas meja yang dilapisi dengan kain katun dan menggunakan kipas angin
  5. kacang kedelai dimasukkan ke wadah plastik dan diberi ragi dengan rasio 1 kg kacang kedelai sama dengan 1 gram ragi tempe
  6. Kemasan plastik dilubangi dengan jarum pelubang yang sudah disterilisasi
  7. Kacang kedelai dimasukkan kedalam plastik kemasan yang sudah dibolongi kemudian ditutup menggunakan sealer
  8. Kacang kedelai dimasukkan ke dalam ruangan fermentasi bersuhu 29-32 derajat celcius dan diletakkan di rak fermentasi selama 30 jam
  9. Setelah 30 jam tempe dikeluarkan dari ruangan fermentasi dan dipindahkan ke meja penyimpanan dan plastik tempe dilubangi lagi agar tempe masak dengan sempurna

Hari Keempat:

  1. Tempe kacang kedelai siap diolah lebih lanjut.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *