Kategori
Perempuan Berdaya Feature Kisah Perempuan

Serat Pelepah Nanas Harapan Baru Ekonomi Perempuan Gayo

ANEKA pernak-pernik seperti cincin, bros, tatakan gelas, dan vas bunga terpajang di atas meja berlapiskan taplak putih. Di sebelahnya dipajangkan juga selembar kain tenun bermotif dengan variasi warna putih dan cokelat. Pernak-pernik tersebut tampak unik dan natural karena terbuat dari bahan baku yang tak biasa. Ya, semua pernak-pernik itu terbuat dari bahan baku serat pelepah nanas (pineapple–leaf fibres).

Dipamerkannya aneka produk kerajinan tangan berbahan dasar serat pelepah nanas dengan jenama Keriga tersebut tak lain untuk memeriahkan Peluncuran Sentra Usaha dan Pusat Pengetahuan Serat Nanas Pegasing di Pegasing, Kamis, 1 Februari 2024. Hadirnya sentra usaha dan pusat pengetahuan ini merupakan hasil dari program pemberdayaan dan pendampingan yang dilakukan oleh Katahati Institute yang didukung oleh Kedutaan Besar Kanada di Aceh Tengah.

Selain produk dari serat pelepah nanas, dipamerkan juga produk-produk berjenama Markilang dan Samaren yang masing-masing merupakan hasil olahan dari janeng (umbi hutan) dan gula aren dari Samarkilang, binaan Katahati Institute di Samarkilang, Kabupaten Bener Meriah–tetangga Aceh Tengah.

Peluncuran sentra usaha dan pusat pengetahuan tersebut ditandai dengan seremoni yang berlangsung di halaman rumah salah satu warga di Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah. Sejak pukul sembilan pagi satu per satu warga dan para undangan mulai hadir ke lokasi. Kursi-kursi untuk para tetamu duduk diletakkan di bawah teratak. Di bagian depan terdapat panggung kecil lengkap dengan podium untuk naratama memberikan sepatah dua patah kata sambutan. Tepat pukul 10.30, acara pun dimulai.

Di antara tamu yang hadir hari itu, selain orang nomor satu di Aceh Tengah dan Bener Meriah, yaitu Bupati Teuku Mirzuan dan Bupati Haili Yoga, berserta jajarannya hingga ke level forkopimcam, juga dihadiri langsung oleh Wali Nanggroe Aceh, Teungku Malik Mahmud Al Haytar, dan unsur dari Keurukon Katibul Wali. Hadir juga Direktur PT Pembangunan Aceh, Ali Mulyagusdin; perwakilan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Aceh, Rahmadani Mbus; dan Co-Founder Pratisara Bumi Foundation Irma Astrid Patricia Sitompul, yang secara khusus datang dari Bali.

Dari Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste hadir langsung Sekretaris Pertama Bidang Politik dan Hubungan Masyarakat, Stuart Shaw; Koordinator Canada Fund for Local Initiative (CFLI), Kaisa Tokar; dan Senior Analyst Kedutaan Canada untuk Indonesia dan Timor Leste, Abigale McKinnon.

Stuart Shaw didampingi Raihal Fajri dan Bupati Aceh Tengah, Wali Nanggroe, dan Bupati Bener Meriah menerima cinderamata lukisan bendera Indonesia–Kanada berbahan serat nanas. Ihan Nurdin/perempuanleuser.com

Direktur Katahati Institute, Raihal Fajri, mengatakan kerja-kerja pemberdayaan dan pendampingan bagi perempuan Gayo telah dilakukan sejak tahun-tahun sebelumnya yang dimulai dari Kabupaten Bener Meriah. Setelah itu baru berlanjut ke Kabupaten Aceh Tengah. Dua wilayah di Dataran Tinggi Aceh ini menurut Raihal memiliki potensi hasil hutan nonkayu yang sangat besar. Potensi ini jika dikelola dengan baik, tidak saja bisa meningkatkan taraf ekonomi masyarakat di sekitar hutan, tetapi juga dapat menjaga keberlangsungan hutan Gayo yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser.

Raihal mengatakan, Katahati Institute sejak awal melalui program-program kewirausahaan sosialnya memang menyasar kelompok-kelompok perempuan untuk diberdayakan. Sebagai payung bagi aktivitas kelompok di dua kabupaten tersebut, Katahati juga sudah menginisiasi terbentuknya koperasi multipihak Perempuan Gayo Sejahtera. Koperasi ini menjadi penting sebagai wadah bagi kelompok agar bisa terus berkembang. Selain, untuk memudahkan pemasaran produk.

“Kami sebagai inisiator dukungan sentra usaha sosial dan pusat pengetahuan ini merasa bangga dapat mendorong upaya ini bersama masyarakat dan pemerintah dari dua kabupaten ini. Kita perlu bersama-sama mewujudkan pelibatan perempuan dan remaja putri guna mengoptimalkan hasil hutan bukan kayu untuk keberlanjutan ekonomi dengan memastikan lingkungan tetap terjaga,” kata Raihal dalam sambutannya di hadapan para hadiri.

Lebih lanjut Raihal mengatakan, Perempuan Gayo Sejahtera merupakan inisiatif usaha sosial Katahati Institute sebagai ruang bagi perempuan Gayo untuk mengembangkan ekonomi berkelanjutan melalui optimalisasi hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan pengelolaan limbah pelepah nanas. Bener Meriah dan Aceh Tengah yang menjadi bagian KEL merupakan rumah bagi empat spesies kunci yang terancam punah, yaitu orangutan, harimau sumatra, badak sumatra, dan gajah sumatra. Karena itulah, tanggung jawab untuk menjaga kelestarian hutan di wilayah itu menjadi tugas bersama.

“Di masa depan, saya berharap, inisiatif ini akan menjangkau beberapa wilayah lain dalam Kawasan Ekosistem Leuser,” kata Raihal di akhir pidatonya.

Potensi Serat Nanas Pegasing

Kecamatan Pegasing di Kabupaten Aceh Tengah sudah lama dikenal sebagai sentra penghasil nanas. Kebun-kebun nanas di kecamatan ini semuanya milik masyarakat. Per tahun 2022, berdasarkan data Balai Penyuluh Pertanian, setidaknya terdapat 16 hektare areal perkebunan nanas di Pegasing. Pemerintah daerah setempat pun mendukung agar pegasing bisa dikembangkan sebagai agrowisata nanas. Sebagai komoditas, tak hanya buah nanas yang dapat diolah menjadi berbagai jenis produk turunan lainnya. Limbahnya yang berupa daun atau pelepahnya pun dapat diolah dan memiliki nilai ekonomi tinggi dalam industri tekstil. Pemanfaatan limbah inilah yang masih belum dilirik oleh masyarakat setempat sampai akhirnya Katahati Institute hadir.

Serat dari pelepah tanaman yang berasal dari famili bromelia ini termasuk jenis serat yang cukup populer. Dalam industri fesyen, penggunaan serat nanas sebagai bahan dasar tekstil merupakan alternatif untuk mendukung terwujudnya green industry yang berkelanjutan. Bagi perempuan Gayo, pengolahan limbah pelepah nanas ini menjadi harapan baru untuk menggerakkan ekonomi mereka.

Ketua Kelompok Keriga, Inayati Rahmatillah, mengatakan kehadiran Katahati Institute untuk mendampingi kelompok perempuan di Pegasing merupakan gayung bersambut. Ia sendiri sudah lama mengetahui jika kain dari serat nanas memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Hanya saja, karena keterbatasan pengetahuan dan sarana, limbah-limbah daun nanas selama ini hanya difungsikan sebagai pupuk alami di perkebunan nanas.

“Setelah Katahati hadir, kami mendapatkan pelatihan cara mengolah limbah daun nanas, kapasitas kami meningkat. Kami percaya apa yang kami lakukan ini memberikan manfaat bagi kelompok dan lingkungan,” kata Inayati.

Inayati Rahmatillah menunjukkan pelepah nanas yang bisa dipanen untuk diambil seratnya. Ihan Nurdin/perempuanleuser.com

Sejak mendapatkan pelatihan di pengujung tahun 2023 lalu, kelompok Keriga setidaknya sudah mengolah 750 kilogram pelepah nanas. Bahan baku serat itu mereka beli dari para petani di Pegasing. Sekitar lima ratus produk turunan sudah dihasilkan, di antaranya, aneka pernak-pernik yang dipamerkan dalam peluncuran tersebut.

Untuk mendapatkan bahan baku menurut Inayati tidaklah sulit. Bahkan, untuk mendapatkan pelepah sebanyak 300 kilogram saja bisa diperoleh dari satu kebun. Untuk menjaga kualitas serat, pelepah yang dipanen setidaknya memiliki panjang 60 sentimeter. Sebelum diolah, pelepah-pelepah itu disortir terlebih dahulu agar ukurannya standar. Selanjutnya dijemur.

“Baru setelah itu diserut dengan mesin untuk mengambil seratnya. Serat ini kemudian dicuci dan dijemur lagi sampai kering,” kata alumnus Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala itu.

Alat tenun. Dok Katahati Institute

Serat-serat yang sudah kering itulah yang nantinya diolah menjadi aneka produk padat karya, seperti bros, gelang, tatakan gelas, gantungan kunci, atau dipintal menjadi benang. Untuk menyerut dan memintal benang juga tak sulit lagi karena kedua alat itu sudah difasilitasi oleh Katahati Institute. Mesin penyerut mirip dengan mesin yang biasa digunakan pedagang air tebu. Untuk sementara alat ini hanya boleh dioperasikan oleh Inayati karena perlu kehati-hatian tingkat tinggi saat proses penyerutan.

Untuk sementara, produk turunan yang dihasilkan memang baru sebatas pernak-pernik. Ke depan, mereka berencana untuk mengolah serat tersebut menjadi kain.

“Belum lama ini kami sudah dilatih oleh pengrajin tenun serat nanas dari Lombok. Gambaran besarnya sudah ada,” kata Inayati.

Apresiasi Keberhasilan Katahati

Stuart menyodorkan tangannya untuk melakukan “tos” dengan seorang bocah di stan produk. Ihan Nurdin/perempuanleuser.com

Sekretaris Pertama Bidang Politik dan Hubungan Masyarakat, Stuart Shaw, mengapresiasi kerja-kerja pendampingan yang telah dilakukan Katahati Institute selama dua tahun terakhir di Gayo.

Stuart sangat terkesan dengan semangat dan keberhasilan perempuan Gayo dalam melihat dan mengembangkan potensi ekonomi di daerah mereka, khususnya olahan dari serat nenas. Apalagi, Stuart juga sudah melihat keberhasilan pengembangan produk serat nanas di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ia meyakini keberhasilan yang sama juga dapat diwujudkan di Gayo.

“Dengan kerja keras pasti akan sukses, pasti akan menjadi contoh bagi daerah lainnya di Aceh nanti. Ini membuat kami dari kedutaan sangat senang karena salah satu prioritas kami adalah mendukung dan memberdayakan perempuan,” kata Stuart dalam wawancara terpisah dengan awak media.

Lebih lanjut Stuart mengatakan, pihaknya terkesan dengan keberhasilan Katahati di Samarkilang sehingga membuat mereka ingin terus mendukung.

“Kami sangat senang bisa bekerja sama dengan Katahati dan ada kemungkinan bisa berlanjut tahun depan kalau ada ide-de baru. Kami senang bekerja sama dengan mitra yang berprestasi seperti Kahati,” ujar Stuart.[] 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *