Kategori
Perempuan Berdaya

Perjalanan Karier Nur Ratna Sari di Dunia Programming; Lahirkan Sejumlah Aplikasi untuk Pemko Banda Aceh

Keterlibatan perempuan di bidang perkodingan dewasa ini bisa dihitung jari. Kisah perempuan berdaya yang berkiprah sebagai programmer—ranah profesi yang konon didominasi laki-laki—masih sangat jarang. Belum lagi stigma rendahnya kemampuan bernalar perempuan dibandingkan laki-laki yang berseliweran di sana-sini. Menariknya, ragam kendala tersebut tidak menyurutkan semangat perempuan Aceh ini untuk terus berkembang menjadi seorang programmer andal. Dialah Nur Ratna Sari.

Sembari menyesap matcha latte pesanannya, Nur hanya tertawa renyah saat ditanyakan pendapatnya akan stigma ketidakmampuan perempuan terlibat secara profesional di ranah logika. Bagi Nur yang berprofesi sebagai Staf Ahli Programmer Pemerintah Kota Banda Aceh, pertanyaan demikian mungkin terkesan absurd. Sebagai perempuan yang belajar, bekerja, bahkan berprestasi dalam beragam kompetisi dengan mengandalkan penalaran, stigma yang menyebutkan logika perempuan lemah jelas menggelitik pikirannya.

“Memang dari awal sukanya matematika. Suka yang logic-logic begitu. Saat berkuliah di Informatika, pertama kali belajar pemrograman rasanya wow,” kisah Nur mengenang cinta pandang pertamanya pada programming di pertemuan perdana kami, Kamis, 14 Oktober 2021.

Menurut Nur yang awalnya tidak tahu menahu tentang programming, terdapat “konspirasi semesta” yang meluluskannya ke Jurusan Informatika, Fakultas MIPA, Universitas Syiah Kuala. Padahal sebelumnya dia justru berniat melanjutkan kuliah di MIPA Matematika. Walau masuk ke jurusan yang agak berbeda dari perencanaan awal, akan tetapi Nur tidak menafikan bahwa Matematika dan Informatika sangat erat kaitannya. Kedua jurusan tersebut menuntun para mahasiswanya untuk aktif bernalar dan memecahkan persoalan. Tentunya juga mengakrabkan mereka dengan logika dan angka. 

Menurut penuturan Nur, dia memperoleh pengalaman menarik terkait pemrograman sedari awal menjadi mahasiswa. Misalnya saat dosen memberikan tantangan proyek akhir sebagai pengganti ujian final. Tantangan tersebut semakin mendorong minatnya untuk mempelajari keterampilan koding lebih dalam lagi.

“Pernah ikut dan berhasil. Bonusnya enggak perlu ikut ujian final. Jadi mikir, ‘Kayaknya seru kalau dilanjutkan sebagai karier’,” ungkap Nur menjelaskan alasannya tertarik menjadi programmer.

Tak hanya ilmu di perkuliahan, dukungan teman-teman satu angkatan saat menjalani proses pendidikan juga sangat berpengaruh bagi perkembangan karier Nur kini. Menurutnya saat melakukan proses programming akan ada masa seseorang merasa stagnan. Program yang dirancang tidak selesai-selesai dan terus-terusan error. Pada saat-saat berat seperti itu dukungan kawan-kawan seperjuangan dirasa sangat membantunya.

Nur sebagai salah satu peserta kompetisi Hackathon 2019

Nur juga menyarankan calon programmer untuk bergabung dalam komunitas dan forum-forum programming online. Supaya jika menemukan kesulitan selama merancang program, mereka punya ruang untuk bertanya dan saling berbagi informasi. Sehingga mereka dapat menemukan solusi yang dicari tanpa harus berjuang sendirian.

“Gabung bersama komunitas itu sebenarnya penting. Namun, di sini sepertinya orang-orang masih ogah-ogahan. Di komunitas banyak pemikiran. Kita bisa tahu masalah orang dan cara mereka mengatasinya. Itu juga kadang-kadang jadi solusi bagi kita,” papar Nur terkait support system yang dibutuhkan calon programmer di luar kampus.

Selain menempuh pendidikan di tempat yang tepat dan bergabung di komunitas-komunitas yang sesuai dengan bakat atau minat, Nur juga menyarankan para anak muda untuk berani mencoba mengikuti ragam kompetisi dan pelatihan. Sehingga dapat menambah wawasan serta memperluas jejaring pertemanan.

Salah satu pengalaman berharga itu dirasakan sendiri oleh Nur ketika dia “iseng” mendaftarkan diri sebagai salah satu peserta Hackathon 2019. Sebuah kompetisi bertema Generasi Peduli #UangKita yang diselenggarakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia. Menghadirkan 39 finalis berlatar belakang project manager (hustler), designer (hipster), dan programmer (hacker) dari 3.500 pendaftar seluruh Indonesia. Melalui kompetisi Hackathon peserta ditantang untuk menciptakan ide inovatif dan solutif berbasis teknologi hanya dalam kurun waktu 38 jam. Kompetisi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran (awareness) dan rasa memiliki (sense of belonging) generasi muda terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Kelompok Nur berhasil menyabet juara dua dalam kompetisi tersebut. Mereka menawarkan prototipe aplikasi yang menerapkan prinsip citizen journalism melalui penggabungan fitur kamera dan artificial intelligence (AI) untuk mengawal pelaksanaan APBN. Mengusung tagar #PantauKita, aplikasi tersebut membantu pengguna memastikan bahwa anggaran yang telah dialokasikan di daerah sekitar mereka telah direalisasikan dan memadai.

Nur sedang merancang aplikasi #PantauKita bersama anggota timnya

“Tantangan sebagai programmer harus update ilmu selalu. Ilmu di perkuliahan saja tidak cukup. Setiap hari harus upgrade, upgrade, upgrade. Coba ikut kompetisi dan boothcamp, belajar lebih banyak dari mentor- mentor berpengalaman,” jelas Nur yang menjadi satu-satunya “hacker” perempuan pada kompetisi Hackathon 2019. 

Kini, perempuan kelahiran Banda Aceh tahun 1994 ini mampu menguasai beragam jenis bahasa pemrograman—dari PHP, Javascript, Ruby, Java hingga Go—yang membuktikan kecakapannya dalam berlogika. Menurut Nur, penting untuk mengajak perempuan ikut terlibat secara profesional di ranah programming. Sebab terdapat sudut pandang dan pemecahan masalah yang terkadang hanya disadari oleh perempuan. Sehingga kolaborasi antara programmer perempuan dan programmer laki-laki akan saling melengkapi ide dan argumen dalam proses perancangan aplikasi yang ramah bagi penggunanya (user-friendly). 

Bersama timnya di Pemerintahan Kota Banda Aceh, Nur telah menghasilkan beberapa aplikasi digital yang meningkatkan efisiensi kinerja para pegawai di dinas-dinas  di bawah Pemerintah Kota Banda Aceh. Dari Aplikasi Haba Pangan, E-Surat, hingga Absensi Wajah—menggantikan absensi sidik jari—yang terinspirasi kehadiran pandemi Covid-19.

Adapun dalam tahun 2021 ini, Nur bersama timnya sedang dalam proses pembuatan Aplikasi Disdukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil). Aplikasi tersebut merupakan layanan pembuatan akta kelahiran dan akta kematian yang nantinya dapat diakses secara daring oleh masyarakat Kota Banda Aceh. Sehingga diharapkan kehadiran aplikasi tersebut dapat mempermudah akses kepengurusan akta bagi masyarakat walaupun mereka tetap berada di rumah, terutama dalam kondisi pandemi seperti saat ini.   

Nur bersama staf ahli programmer Pemko Banda Aceh

“Capil Gemilang lagi progress. Sebab kepengurusan akta awalnya masih manual. Jadinya masyarakat harus bolak-balik ke kantor. Melalui aplikasi ini nanti pembuatan akta bisa diakses mandiri dari rumah saja,” jelas Nur penuh empati.  

Nur menekankan bahwa niatan baik saja tidaklah cukup dalam proses perubahan manual menuju digital. Sokongan promosi dan saran pengembangan aplikasi dari lintas pihak sangatlah penting. Agar kelak aplikasi yang sudah dirancang dengan baik dapat dikenal dan dipergunakan oleh masyarakat luas. Jika tim IT harus bergerak sendiri maka aplikasi semumpuni apapun tidak akan berguna. Sehingga aplikasi tersebut akan terbenam sia-sia.   

Selain itu, Nur juga berpesan agar anak muda, terutama perempuan, untuk berani mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Walaupun harus menjadi satu-satunya perempuan di ranah profesional yang digeluti, Nur menyemangati para perempuan tersebut untuk terus maju dan berkembang. 

“Jangan takut. Kita perempuan tidak perlu minder. Kalau kebanyakan minder nanti terbenam. Bodo amat dengan pendapat orang. Kita fokus bangun karier kita sendiri. Sugesti diri, ‘Bisa nih, pasti bisa!’,” pesan Nur. 

Sosok Inovatif dan Visioner

Walaupun selama tiga tahun terakhir berkiprah sebagai satu-satunya programmer perempuan di dalam timnya, Nur dikenal visioner dalam kinerjanya. Pemikiran Nur yang inovatif mampu membawa angin segar bagi anggota tim lainnya. Sehingga setiap aplikasi yang dihasilkan dapat berfungsi secara maksimal dan dipergunakan dengan nyaman oleh para penggunanya.

Lala Purnama Sari menggunakan aplikasi absensi wajah buatan Nur dan tim programmer Pemko Banda Aceh

“Aplikasi-aplikasi buatan Nur dan timnya kami gunakan setiap hari (kerja). Terbantu sekali, terutama Aplikasi Absensi Wajah. Keren lho, di dalam gelap pun fokus terdeteksi, lancar lagi. Pegawai lain masih menggunakan absensi fingerprint. Padahal bahaya sekali selama pandemi begini,” ujar Lala Purnama Sari, salah satu staf CPNS Pemerintah Kota Banda Aceh.  

Aplikasi Absensi dengan fitur face recognition tersebut diakui Lala sangat inovatif dan aman. Cukup menginstal aplikasi melalui gawai, absensi dapat dilakukan secara mandiri melalui perangkat telepon genggam masing-masing dengan menggunakan jaringan kantor. Absensi tersebut membantu mendata sekitar 4.000-an pegawai selama pandemi tanpa menciptakan kerumunan disebabkan antrean, sejak diluncurkan pada bulan Februari 2020.

Selain itu, Aplikasi E-Surat menjadi pilihan aplikasi favorit lainnya bagi Lala. Dengan kehadiran aplikasi tersebut kepengurusan surat-menyurat menjadi lebih efisien. Persetujuan dari pimpinan dapat diakses secara cepat, terlepas di mana pun mereka berada. Bahkan aplikasi tersebut sudah mendapatkan izin resmi dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), selaku badan yang memiliki wewenang atas tanda tangan elektronik.

Menurut keterangan Nur, aplikasi-aplikasi yang mereka ciptakan dapat berjalan efisien sebab telah melalui berkali-kali tahapan evaluasi dan pembaharuan. Sebagai pengguna, Lala tampak mengamini penyataan tersebut. Dia bahkan berharap ke depan tim programing Pemko Banda Aceh juga bisa mengembangkan aplikasi serupa E-Surat yang dikhususkan untuk pendataan Peraturan Walikota (Perwal) dan Surat Keterangan (SK) lainnya. Sehingga kepengurusan berkas-berkas tersebut tidak lagi harus diproses secara manual. Jadi proses kepengurusannya pun lebih efisien.

Nur sedang melakukan proses programming

Bersetuju dengan hal tersebut, lantas Nur mengutarakan harapannya agar ke depan dia mendapatkan kesempatan berkarier di perusahan startup berbasis teknologi. Dia ingin menambah wawasan dan meng-upgrade ilmu pengetahuannya melalui pengalaman lapangan. Dia juga berkeinginan mempelajari bisnis dan manajemen sumber daya manusia secara serius. Nur menyadari bahwa perjalanan cita-citanya masih panjang. Dia masih perlu banyak belajar serta membangun jejaring dengan orang-orang berlatar belakang keilmuan yang lebih beragam. []

Satu tanggapan untuk “Perjalanan Karier Nur Ratna Sari di Dunia Programming; Lahirkan Sejumlah Aplikasi untuk Pemko Banda Aceh”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *