Kategori
Literasi Pemilu

Komisioner KIP Aceh Bekali Jurnalis Warga Banda Aceh tentang Kepemiluan

Banda Aceh – Ketua Divisi Partisipasi Masyarakat Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Tgk Akmal Abzal, membekali sepuluh jurnalis warga Banda Aceh dalam workshop jurnalistik bertema Warga Berdaya Pelopor Pemilu Jujur dan Adil yang diselenggarakan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) melalui Koordinator Jurnalis Warga Banda Aceh pada Rabu—Kamis, 5—6 Oktober 2022 di Banda Aceh.

Tgk Akmal tampil di hari pertama workshop dan membawakan materi dengan topik Pemilu yang Berkeadilan. Di antara ia menjelaskan tentang pemilu serentak yang akan dilaksanakan pada tahun 2024 mendatang.

Yang perlu diketahui oleh publik kata Akmal, pemilu serentak 2024 dilaksanakan dua gelombang. Gelombang pertama pada Rabu, 14 Februari 2024, untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPD, DPRA, dan DPRK. Adapun gelombang kedua berlangsung pada Rabu, 27 November 2024 untuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia.

“Pelaksanaan pemilu ini mengacu pada beberapa regulasi, yaitu UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022 dan jadwal penyelenggaraan pemilu tahun 2024,” katanya.

Komisioner KIP Aceh Tgk Akmal Abzal menerima cindera mata dari KJW Banda Aceh Ihan Nurdin usai mengisi workshop kepemiluan, Rabu, 5 Oktober 2022.

Selain itu juga mengacu pada Keptusan KIP Aceh Nomor 20 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Parpol Lokal Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota Tahun 2024.

Menyongsong Pemilu 2024 katanya, masyarakat membutuhkan edukasi yang lebih luas dan membutuhkan kerja sama semua pihak agar perhelatan demokrasi ini bisa sukses.

“Misalnya dengan mengetahui lembaga-lembaga penyelenggara pemilu mulai dari KPU RI, KPU provinsi, kalau di Aceh namanya KIP Aceh, KPU/KIP kabupaten/kota, Panitia Penyelenggara Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara,” katanya.

Selain itu juga ada Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu RI, Bawaslu provinsi atau Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh, Bawaslu/Panwaslih kabupaten/kota, Panwaslih kecamatan, panitia pengawas pemilu lapangan (PPL), dan pengawas TPS.

Di sinilah kata Akmal para jurnalis warga bisa mengambil perannya sebagai organ masyarakat untuk turut serta dalam mengedukasi sesama terkait kepemiluan. Misalnya, mengabarkan tentang tahapan pemilu, tata cara mencoblos, kapan pelaksanaannya, pentingnya memberikan suara sebagai hak politik individu yang dijamin oleh konstitusi negara.

Bisa juga mengedukasi mereka terkait hal-hal yang dilanggar dalam pemilu seperti melakukan politik uang atau kampanye hitam. Contohnya menjelek-jelekkan calon-calon atau kandidat tertentu karena perbedaan politik atau faktor lainnya.

Berkaca dari pengalaman pemilu-pemilu yang telah lalu kata Akmal, seyogyanya siapa pun yang menjadi presiden maka harus diterima dan berbesar hati jika yang menang itu bukan pilihannya. Masyarakat pun harus cerdas dan dewasa dalam berpolitik sehingga tidak mudah terprovokasi dan menjadi korban fanatisme buta.

“Kendatipun ada fanatisme jangan sampai berlebihan dan saling menghujat. Tidak boleh saling mengeklaim paling benar. Jangan sampai fitnah 2019 terulang kembali di pemilu ke depan. Tulisan-tulisan jurnalisme warga harus mencerdaskan,” katanya.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *